Friday, 22 November 2013

Konstruksi Baja Bagian 1

Tujuan Sambungan Dalam Konstruksi baja
  • Untuk menggabungkan beberapa batang baja membentuk kesatuan konstruksi sesuai kebutuhan.
  • Untuk mendapatkan ukuran baja sesuai kebutuhan (panjang, lebar,  tebal, dan sebagainya). 
  • Untuk memudahkan dalam penyetelan konstruksi baja di lapangan. 
  • Untuk memudahkan penggantian bila suatu bagian / batang konstruksi mengalami rusak. 
  • Untuk memberikan kemungkinan adanya bagian / batang konstruksi yang dapat bergerak missal peristiwa muai-susut baja akibat perubahan suhu.

Alat- alat Sambung Baja

  • Paku keling (rivet joint)
  • Baut (bolt, nut) 
  • Las
Konstruksi baja baut
Contoh Baut
Struktur baut
Struktur baut




Paku Keling  
  • Sambungan dengan paku keling ini umumnya bersifat permanent dan sulit untuk melepaskannya karena pada bagian ujung pangkalnya lebih besar daripada batang paku kelingnya. Oleh karena itu pengelingan banyak dipakai pada bangunan-bangunan bergerak atau bergetar . 
  • Keuntungan: tidak ada perubahan struktur dari logam disambung. Oleh karena itu banyak dipakai pada pembebanan-pembebanan dinamis. 
  • Kelemahan: ada pekerjaan mula berupa pengeboran lubang paku kelingnya, dan kemungkinan terjadi karat di sekeliling lubang tadi selama paku keling dipasang. 
Paku Keling
Paku Keling
Bagian- bagian  Paku Keling
  • Kepala
  • Badan 
  • Ekor
  • Kepala lepas 
Bahan atau material paku keling: 
  • baja, brass, aluminium, dan tembaga tergantung jenis sambungan/ beban yang diterima oleh sambungan. 
  • Penggunaan umum bidang mesin : ductile (low carbor), steel, wrought iron. 
  • Penggunaan khusus : weight, corrosion, or material constraints apply : copper (+alloys) aluminium (+alloys), monel, dll.

Pada Postingan Berikutnya Akan Dijelaskan Secara Rinci tentang paku keling...

Wednesday, 20 November 2013

Anjungan Lepas Pantai 2

Sekitar tahun 1891 anjungan pengeboran minyak pertama kali dibangun di atas perairan air tawar pada danau besar St Marys di negara bagian Ohio, Amerika Serikat. Kemudian sekitar tahun 1896, sumur minyak pertama di perairan air asin dibangun sebagai bagian dari perpanjangan ladang minyak Summerland yang melintasi bagian bawah kanal Santa Barbara di Kalifornia, Amerika. Sumur dibor dari dermaga yang membentang dari Summerland ke kanal tersebut.

Anjungan lepas pantai adalah struktur atau bangunan yang di bangun di lepas pantai untuk mendukung proses eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang. Biasanya anjungan lepas pantai memiliki sebuah rig pengeboran yang berfungsi untuk menganalisa sifat geologis reservoir maupun untuk membuat lubang yang memungkinkan pengambilan cadangan minyak bumi atau gas alam dari reservoir tersebut.

Kebanyakan anjungan tersebut terletak di lepas pantai dari landas kontinen, meskipun dengan kemajuan teknologi dan meningkatnya harga minyak mentah, pengeboran dan produksi di perairan yang lebih dalam telah menjadi lebih baik, layak dan ekonomis. Sebuah anjungan yang khas mungkin memiliki sekitar tiga puluh mata bor, pengeboran yang terarah memungkinkan sumur bor dapat diakses pada dua kedalaman yang berbeda dan juga pada posisi terpencil sampai 5 mil (8 kilometer) dari platform. Sumur bawah laut yang jauh juga dapat dihubungkan ke anjungan dengan garis aliran dan koneksi pusar. Solusi bawah laut dapat terdiri dari sumur tunggal ataupun dengan pusat manifold (pipa dengan mulut lubang yg banyak) untuk digunakan pada beberapa pengeboran.

Jumlah anjungan lepas pantai yang bertebaran di lautan permukaan bumi ini sudah sangat banyak. Untuk sekarang, Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa Utara masih bisa dibilang paling maju dalam bidang ini. Kemajuan teknologi mereka ditunjang oleh tersedianya cadangan minyak di perairan negara-negara tersebut. Maka tidak mengherankan bila perairan Teluk Meksiko (Gulf of Mexico) dan perairan Laut Utara (North Sea) saat ini menjadi tempat bertenggernya berbagai jenis anjungan lepas pantai, mulai dari yang konvensional hingga yang mutakhir. Selanjutnya disusul oleh perairan Afrika dan Timur Tengah serta Asia Pasifik, termasuk perairan Indonesia, juga Malaysia. Perairan lainnya adalah Amerika Selatan, Atlantik Utara dan daerah Asia Tengah. Masing-masing membentuk gugusan-gugusan anjungan lepas pantai yang kian berkembang seiring waktu.

Secara teknis, istilah perairan-dalam (deepwater) maksudnya adalah pada perairan (laut) dengan kedalaman lebih dari 300 m (984 ft), sedang perairan sangat-dalam (ultra-deepwater) adalah untuk perairan berkedalaman lebih dari 1.000 m (3.280 ft). Dengan kondisi lingkungan laut-dalam yang makin berat tantangannya, serta kendala ekonomis yang fluktuatif, lahirlah beragam jenis anjungan sebagai solusi dalam pengembangan ladang minyak dan gas perairan-dalam. Gambar 1 memperlihatkan berbagai jenis sistem anjungan lepas pantai yang sesuai untuk kedua perairan tersebut. Mulai dari jenis terpancang (fixed platform) berikut modifikasinya, hingga jenis bangunan apung (FPSO) untuk perairan yang lebih dalam. Dalam tulisan ini akan dipaparkan secara singkat beberapa jenis diantaranya yaitu anjungan Mini-TLP, TLP, Spar dan FPSO.

Tipe-Tipe Bangunan Lepas Pantai
Tipe-Tipe Bangunan Lepas Pantai
DRILL SHIP:

Drill ship atau kapal pengebor adalah sebuah struktur apung berbentuk kapal konvensional yang berfungsi untuk proses pengeboran dan penyelesaian sumur minyak. Peralatan pengeboran yang ada di atas kapal memungkinkan untuk melakukan operasi pengeboran sumur, pemasangan pipa pelindung sumur (casing) dan pemasangan xmas tree bawah laut.

Dalam operasinya, dengan badan berbentuk kapal tersebut maka beberapa hal yang menjadi catatan atas performansinya antara lain: (1) defleksi yang terjadi pada lambung kapal cukup signifikan, (2) terjadi interaksi gaya-gaya antara badan kapal dan modul pengeborannya, (3) elemen-elemen struktur rentan terhadap kelelahan (fatigue), (4) area moom pool menurunkan integritas struktur lambungnya, (5) pada seksi depan dan belakang kapal banyak mengandung detil struktur yang rumit, (6) konstruksi strukturnya membutuhkan jenis pengelasan full penetrated weld dan NDT yang intensif di daerah-daerah kritisnya dan (7) memerlukan sistim pengkabelan dan pipa-pipa yang panjang.

SEMISUBMERSIBLE 
Merupakan sebuah unit terapung dengan geladak yang ditopang oleh sistim kolom (elemen struktur vertical) dan ponton (elemen struktur horizontal) yang memungkinkan respon lebih lentur dan bebas terhadap gelombang dengan karakteristik respon gerak yang bagus.

Dengan konfigurasi struktur yang demikian, maka beberapa catatan penting atas performansinya meliputi hal-hal berikut: (1) pada geladak struktur, pontoon, kolom dan elemen cabangnya (bracings) terjadi gaya melintang dan puntir, (2) tata letak peralatan diintegrasikan dalam elemen-elemen struktur seperti dalam kotak geladak, dalam kolom dan pontoon, (3) detil-detil sambungan lokal rentan terhadap tegangan tinggi dan kelelahan, (4) diperlukan baja kekuatan tinggi (high tensile steel) untuk mengurangi berat struktur, (5) konstruksi strukturnya membutuhkan jenis pengelasan full penetrated weld dan prosedur pengelasan khusus dan (6) terdapat gap udara antara permukaan air dan geladak sehingga memungkinkan terjadinya hempasan gelombang pada struktur geladak (slamming).
Tension Leg Platform (TLP)
Tension Leg Platform (TLP)
Perbandingan performansi tiga struktur lepas pantai jenis apung, (A) drillship, (B) semisubmersible  (C) Sevan Stabilized Platform (SSP)

Perbandingan performansi tiga struktur lepas pantai jenis apung, (A) drillship, (B) semisubmersible
(C) Sevan Stabilized Platform (SSP)

SEVAN STABILIZED PLATFORM (SSP):

Sementara itu untuk SSP, selain performansi yang sudah diuraikan di atas, beberapa hal yang memberikan kelebihan atas dua jenis struktur sebelumnya adalah: (1) defleksi yang terjadi pada struktur geladaknya tidak signifikan karena bentuk struktur yang lebih kompak, (2) seluruh modul pengeboran ditopang oleh struktur lambung sehingga membentuk integrasi yang terbatas dan kompak, tidak banyak memerlukan elemen struktur penyambung, (3) detil struktur dan elemen-elemennya banyak yang sama sehingga mudah dalam reproduksinya, (4) konstruksi strukturnya hanya membutuhkan baja dan prosedur pengelasan biasa, (5) sebagian besar hanya menggunakan las sudut (fillet weld), (6) struktur bangunan atas (topsides) dengan sistim modul yang kompak dan (7) tidak memerlukan sistim pengkabelan dan pipa-pipa yang panjang.
 
 Mini-Tension Leg Platform (Mini-TLP)

Secara konseptual jenis anjungan ini tidak berbeda jauh dengan jenis TLP konvensional yaitu sebuah anjungan terapung yang ditambat ke dasar laut dengan sistem tambat bertegangan. Kata “mini” yang dipakai berkonotasi terhadap dua hal, pertama merujuk pada dimensinya yang pada umumnya memang relative lebih kecil dibanding ukuran TLP konvensional. Kedua, mengacu pada sifatnya yang relative low cost developed karena digunakan untuk produksi di laut-dalam dengan cadangan hidrokarbon cukup kecil, yang mana akan tidak ekonomis jika digunakan sistem produksi yang lebih konvensional lainnya. Fungsinya yang lain adalah bisa sebagai anjungan utilitas, satelit atau anjungan produksi awal pada sebuah ladang hidrokarbon laut-dalam yang lebih besar.

Mini-TLP pertama di dunia dipasang di Teluk Meksiko pada tahun 1998. Anjungan ini bernama SeaStarョ yang dibangun oleh Atlantia Offshore bersama dengan ABB, McDermott, Modec, dll. Kreasi artistik ini merupakan state-of-the-art dari sebuah mini-TLP dimana digunakan sebuah struktur kolom tunggal sehingga sangat berbeda dengan bentuk biasanya yang memiliki multicolumn (biasanya terdiri dari empat kolom). Anjungan ini dioperasikan di area Green Canyon blok 237, Teluk Meksiko pada kedalaman 639,3 m (2.097 ft).

Tension Leg Platform (TLP)

Biasanya disebut juga TLP konvensional, untuk membedakan dengan jenis Mini-TLP. Jenis struktur ini berupa sebuah anjungan apung yang diposisikan dan distabilkan melalui sistem tambat vertikal (tendon) bertegangan tarik (minimal tiga tali-tambat yang terpisah) yang dipancang di dasar laut. Tegangan tarik pada tendon dihasilkan oleh adanya daya apung dari bagian lambung anjungan yang tercelup dalam air. Sifat dari anjungan ini, pada saat terkena beban-beban seperti gelombang, angin atau arus, anjungan akan bergerak menyamping dengan tetap pada kondisi horisontal karena aksi paralel dari tendonnya. Gerak vertikalnya (heave) dirancang secara ketat agar sangat terbatas geraknya, sehingga fasilitasnya cocok dipakai untuk surface completion dari sumur-sumur.

Salah satu TLP yang sudah dioperasikan akhir tahun 2001 adalah TLP Brutus (Gambar 3). Bentuk strukturnya berkolom empat dengan tendon penambat berjumlah 12 line untuk tiap kolomnya. Tiap kolom berdiameter 66,5 feet dengan tinggi 166 feet dan tiap pipa tendon berdiameter 32 inci dengan ketebalan 1,25 inci. Dipasang dan dioperasikan di area Green Canyon Blok 158 perairan Teluk Meksiko pada kedalaman 910 m (2.985 ft).
sPAR pLATFORM

Spar Platform

Adalah jenis anjungan lepas pantai yang berupa suatu unit produksi terapung berbentuk silinder vertikal (kolom tunggal) dengan ciri sarat air (draft) cukup dalam yang memungkinkan menyimpan sejumlah kecil minyak mentah di dalam kolomnya. Silinder vertikal tersebut utamanya berfungsi sebagai penopang geladak (deck). Kondisi bagian atas deck (topside) sama seperti pada anjungan terpancang pada umumnya yaitu terdapat perlengkapan pengeboran dan fasilitas produksi. Memiliki tiga jenis riser yaitu riser untuk produksi, pengeboran dan untuk eksport produk. Lambung vertical tunggalnya ditambat di dasar laut dengan taut caternary system yang memiliki enam hingga dua puluh tali tambat. Terdapat dua jenis spar yaitu classic spar dan truss tpar (lihat Gambar 1). Jenis yang kedua ini merupakan modifikasi dari classic spar.

Saat ini spar dipergunakan di kedalaman mencapai 915 m (3.000 ft), namun dengan kondisi teknologi yang ada saat ini memungkinkan untuk dioperasikan hingga kedalaman 2.287 m (7.500 ft). Walaupun tidak dirancang untuk terlalu menahan gerak naik-turun (heave), tapi anjungan ini dapat mengakomodasi surface completed wellheads. Sebagai contoh terdekat adalah sebuah truss spar yang akan dipasang dan dioperasikan pada pertengahan tahun 2007 di ladang Kikeh dengan kedalaman 1.330 m lepas pantai Sabah, Malaysia (Gambar 4). Anjungan ini merupakan spar floating production platform yang akan dioperasikan oleh Murphy Oil Corporation bekerjasama dengan Petronas Malaysia. Anjungan ini nantinya akan menjadi Sparpertama di dunia yang dioperasikan di luar Teluk Meksiko.

Floating Production, Storage and Offloading system (FPSO)

FPSO adalah sebuah fasilitas terapung yang dipasang di sekitar suatu ladang minyak dan gas bumi lepas pantai yang fungsinya untuk menerima, memproses, menyimpan dan menyalurkan/mengirim hidrokarbon. Bangunan FPSO ini terdiri dari sebuah struktur pengapung berbentuk sebuah kapal (bangunan baru atau dari modifikasi kapal tanker yang dialihfungsikan) yang secara permanen di tambatkan ditempatnya beroperasi. Ruang muat dari bangunan kapalnya ini digunakan sebagai penyimpan minyak yang diproduksi. Di atas bangunan apungnya ini dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas pemroses (topside facilities) hidrokarbon dan akomodasi. Konfigurasi sistem tambatnya bisa berupa jenis tambat menyebar (spread mooring type) atau sistem tambat titik tunggal (single point mooring system). Tapi pada umumnya berbentuk sebuah turre Campuran fluida yang dihasilkan, yang bertekanan tinggi dikirim ke fasilitas pemrosesan yang berada di atas geladak kapalnya. Sedang minyak, gas dan air dipisahkan. Air dibuang ke luar kapal setelah diproses untuk menghilangkan hidrokarbonnya. Hasil minyak mentah yang sudah distabilkan disimpan dalam tangki-tangki muatnya dan secara berkala dipindahkan ke kapal tanker yang datang berkala (shuttle tanker) melalui sebuah buoy atau dengan cara merapatkan kapal tanker ke dekat FPSO secara langsung. Gas hasil produksi bisa digunakan kembali untuk meningkatkan produksi dengan teknik gas lift atau menghasilkan energi bagi keperluan di dalam FPSO itu sendiri. Sementara gas yang masih tersisa dibakar atau dimanfaatkan lagi dengan cara dikompres dan disalurkan ke daratan melalui sistem pipeline atau diinjeksikan lagi ke dalam reservoir.


Sebagai contohnya adalah FPSO yang dioperasikan oleh Petrobras di ladang minyak South Marlim yang berlokasi 110 km (68 miles) dari pantai utara Rio de Janeiro, Brasil (Gambar 5). Kedalaman perairannya bervariasi dari 720 m dibagian utara hingga 2,600 m di area bagian selatan. Hampir 80 % areanya berada di kedalaman lebih dari 1.200 m, dimana FPSO ditambat di bagian selatan pada kedalaman 1.420 m (4,659 ft). Struktur FPSO-nya berasal dari sebuah kapal tanker niaga “Mariblanca” berbobot 127.000 dwt yang dimodifikasi di galangan kapal Sembawang, Singapore pada bulan November 1996. Minyak dan gas dari sumur-sumurnya masuk ke FPSO, diproses dan hasil minyaknya ditransfer ke sebuah shuttle tanker.

Di Indonesia, jenis anjungan-anjungan seperti di atas belum banyak dipakai. Pengalaman yang sangat fenomenal bagi perkembangan teknologi Laut-dalam di Indonesia adalah dengan dibangun dan dioperasikannya Mini-TLP A berikut FPU-nya (Floating Production Unit) di ladang West Seno, Selat Makasar pada kedalaman 1.021 m (3.349 ft). Konfigurasi struktur utamanya terdiri dari empat kolom berpenampang bujur sangkar dengan penambat masing-masing dua line tendon pada tiap kolomnya. Di ladang yang sama, tidak lama lagi TLP-B segera menyusul. Sementara itu jenis FPSO sudah dioperasikan di ladang minyak dan gas Belanak, perairan Natuna Selatan. Hanya saja ini untuk perairan dangkal dengan kedalaman 89,94 m (295 ft). FPSO Belanak merupakan bangunan baru dengan panjang 285 m (935 ft) yang dibangun di Batam oleh P.T. McDermott Indonesia dan dirancang untuk memproses 500 juta kubik feet gas tiap hari guna keperluan eksport. Selain itu juga memproduksi minyak dan kondensat hingga 100.000 barel dan 24.140 barel LPG per hari.

Monday, 18 November 2013

PSIKOLOGI DALAM PERKEMBANGAN ARSITEKTUR BAGIAN 2

Peristiwa kedua adalah berlangsungnya pertemuan/kongres para arsitek modernis yang lebih dikenal dengan C.I.A.M.(Congres International d’Architecture Moderne) yang melahirkan konsep-konsep perancangan kota  yang menjadi dasar peremajaan, perbaikan, perluasan dan pengembangan kota-kota di seluruh dunia.

Kongres ini sendiri, pertemuan pertamanya diselenggarakan di La Sarraz Switzerland pada tahun 1928. Pada pertemuan pertama ini dihasilkan suatu deklarasi yang dikenal dengan istilah “Deklarasi La Sarraz” yang mengemukakan lima pernyataan penting, yang  antara lain: 
  1. Arsitektur Modern adalah jembatan antara fenomena arsitekturral dan sistem ekonomi makro
  2. Acuan ”efisiensi ekonomi’ berarti kerja seminimal mungkin dalam berproduksi 
  3. Efisiensi ekonomi dihasilkan melalui perbaikan kondisi sistem ekonomi makro 
  4. Metode berproduksi yang paling efisien adalah rasionalisasi dan standarisasi 
  5. Rasionalisasi dan standarisasi dihasilkan melalui penyederhanaan cara kerja di lapangan dan di pabrik, pengurangan tenaga kerja, penyesuaian kebutuhan berdasarkan kondisi kehidupan sosial yang baru.
Seperti halnya peristiwa pertama (pameran Arsitektur Moderen New York), dalam deklarasi inipun tidak secara eksplisit mengindikasikan adanya eksistensi psikologi dalam prinsip-prinsip disainnya. C.I.A.M. II  kemudian diadakan di kota Frankfurt Jerman pada tahun 1929 yang bertema “Die Wohnung fur das exixtenz minimum”, yang kira-kira bermakna bagaimana merancang di atas lahan yang terbatas dengan efisiensi tinggi dan batasan pokok standar hidup yang minimal. Kongres menghasilkan resume sebagai berikut :
  • mengklasifikasi unit bangunan hunian/rumah dalam sebuah blok perumahan bertingkat
  • membuat tipe unit hunian yang diklasifikasikan atas dasar tipe keluarga, yang kemudian diklasifikasikan lagi atas dasar perkiraan umum (keluarga muda, dewasa, dan tua)
  • tipe unit hunian yang terkecil yang mungkin dibuat adalah ‘one room apartement’, berupa sebuah kamar dengan segala fasilitas standarnya.

Selanjutnya  pertemuan C.I.A.M. III   yang diselenggarakan di kota Brussels Belgia di tahun 1930, dengan tema “Ratonelle Bebauungesweisen” atau  “Cara Membangun yang Rasional”. Pokok permasalahan yang dibahas pada pertemuan ini adalah mencari perbandingan yang  ideal antara tinggi bangunan dengan jarak antar bangunan, di atas sebidang tanah yang terbatas luasnya, sedemikian rupa sehingga tiap penghuni dapat mempertahankan eksistensi minimumnya. Agak lain dari biasanya, pertemuan C.I.A.M. IV kemudian diselenggarakan di atas sebuah kapal yang berlayar dari Athena Yunani ke Marseilles Prancis, pada tahun 1933.  

Pembahasan yang dikemukakan di pertemuan ini berkisar tentang usaha memperluas konsep perancangan perumahan yang dihasilkan oleh pertemuan C.I.A.M sebelumnya ke ruang lingkup yang lebih luas lagi yaitu lingkup perkotaan. Pertemuan C.I.A.M. IV  ini menghasilkan sebuah pernyataan yang dikenal dengan istilah “The Athena  Charter” yang merupakan sebuah resume dari seluruh pembicaraan yang dibuat atas dasar  tema: “The Functional City”.  Pernyataan tersebut berisi penilaian atas  kondisi  fasilitas kota - kota di dunia berikut dengan usulan - usulan perbaikannya.  Isinya  sendiri terdiri dari pengkajian lima  fasilitas utama kota yaitu  :  perumahan, fasilitas rekreasi, fasilitas tempat bekerja, fasilitas transportasi,  serta  bangunan bersejarah.  Pembangunan atas lima judul tersebut didasarkan pada konsep kota sebagai wadah dari empat fungsi utama penghuninya (manusia), yaitu sebagai  tempat tinggal, tempat bekerja, transportasi dan berekreasi. Setiap wadah fungsi-fasilitas tersebut merupakan daerah otonom (self sufficient) yang dihubungkan dengan daerah yang mewadahi fungsi fasilitas lainnya oleh sistem jaringan jalan, kenderaan dan jalur hijau.  Pengaruh Le Corbusier sangat besar di sini.

C.I.A.M - V (kelima) di Paris, VI (keenam) di Bridgewater Inggris, VII (ketujuh) di Bergamo Italia dan VIII (kedelapan) di Hoddesdon Inggris, tidak terlalu penting untuk dikemukakan karena hanya merupakan usaha mempopulerkan apa yang telah dirumuskan pada  C.I.A.M - IV (keempat). Di pertemuan C.I.A.M - IX (kesembilan) di Aix-en Provence Prancis, tahun 1953, eksistensi rumusan C.I.A.M - IV mulai dipertanyakan oleh para arsitek angkatan yang lebih muda. Pada pertemuan C.I.A.M IX  ini dibentuk kelompok kecil yang disebut Team 10 (tim sepuluh)  yang diberi tugas sebagai tim pengarah bagi berlangsungnya  C.I.A.M - X (kesepuluh),  yang ternyata adalah merupakan pertemuan  C.I.A.M  terakhir  diselenggarakan.

Hal yang penting bisa ditarik dari rentetan peristiwa-peristiwa di atas adalah bahwa ternyata ada  masa-masa periode tertentu dalam sejarah arsitektur dimana aspek psikologi sama sekali tidak disertakan dan dikesampingkan  oleh  para  arsitek dalam konsep-konsep perancangannya.. Hal  ini  adalah indikasi dari besarnya pengaruh   fungsionalisme   yang melanda dunia.  Selanjutnya,  dalam penulisan dan pemahaman arsitektur, wacana dalam dunia arsitektur bisa dikatakan tidak sehomogen pada era-era sebelumnya.  Para arsitek modernis kemudian sudah tidak dapat lagi dipersatukan dalam sebuah wadah saja, tempat mereka hanya mengemukakan pandangan-pandangannya secara teratur melalui wadah tersebut

Akibat Perang Dunia II, pemicu utama fungsionalisme
Akibat Perang Dunia II, pemicu utama fungsionalisme
Berlangsungnya Perang Dunia II serta terjadinya pertumbuhan ekonomi besar-besaran di Amerika Serikat  beserta sekutunya di Eropa Barat di era tahun 1950-an, kemudian membuat semangat heroik yang menyelimuti arsitek-arsitek modernis di periode tahun 1920-1930-an  menjadi terhambat dan  berantakan. Yang dicari mereka yaitu penafsiran yang lebih seksama atas interaksi antara lingkungan fisik dan kebutuhan sosio psikologis manusia, melebur dalam gerakan modernisasi yang mendunia melalui industrialisasi yang pada dasarnya merupakan rasionalisasi dan standarisasi fungsional. 

Para arsitek yang  berusaha  memasukkan  kembali peran psikologi dalam disain  arsitektur  mereka  sebagaimana  yang di lakukan oleh para arsitek  Post Modern kemudian, ternyata sulit berkembang dan selalu tampil di bawah bayang-bayang arsitek aliran fungsionalis ini. Di negara-negara berkembang, selanjutnya  aliran fungsionalis ini perkembangannya lebih tidak tertahankan.  Kolonialisasi, modal asing dan sistem pendidikan adalah saluran dan penyebab berkembangnya ide / paham ini.

Identikkah Fungsionalisme dengan Arsitektur Moderen ?. Banyak anggapan orang yang menyamakan aliran fungsionalis ini dengan Arsitektur Modern. Hal ini mengakibatkan segala bias yang terjadi dalam perancangan arsitektur, yang tidak mengindahkan aspek psikologi, dianggap merupakan akibat dari Arsitektur Moderen. 

La Ville Radieuse, Le Corbusier, salah satu karya arsitektur fungsionalis
La Ville Radieuse, Le Corbusier, salah satu karya arsitektur fungsionalis
Arsitektur Moderen didukung oleh para arsitek yang bersikap ‘eklektik’ dan berpandangan revolusioner. Sedangkan arsitektur fungsional adalah merupakan salah satu di antara alternatif yang muncul  sepanjang  sejarah  Arsitektur  Moderen. Perbendaharaan Arsitektur Moderen mempunyai sedemikian banyak contoh yang memperlihatkan bagaimana cara praktis memanfaatkan pengetahuan yang berasal dari psikologi.   Beberapa teori yang dikemukakan oleh Kevin Lynch, Christoper Alexander, Bruno Zevi dan beberapa tokoh lainnya  merupakan bagian terpenting dari  teori Arsitektur Moderen, yang tidak secara eksplisit didasarkan oleh ide fungsionalisme. Begitu pun, teori-teori yang dikemukakan mereka ini tidak sampai populer di negara berkembang, termasuk di Indonesia, sehingga perhatian aspek psikologis ini dalam perancangan sering terabaikan. 

Bruno Zevi, dalam bukunya yang berjudul “The Modern Language of Architecture” 9) menyampaikan  pembelaan  atas  nama  Arsitektur Moderen. Dalam buku tersebut,  Bruno Zevi mengatakan bahwa ‘bahasa’ Arsitektur Moderen berasal dari kondisi “zero degree”, yaitu bahwa Arsitektur Moderen mengawali pembentukan dirinya dengan melakukan pengkondisian elemen-elemen tektonis yang telah ada sepanjang sejarah perkembangan arsitektur.  Ada tujuh teknik dasar perancangan 

Arsitektur Moderen yang muncul dari proses pembentukannya :
  1. Interpretasi yang bebas terhadap isi dan fungsi. Teknik ini berkaitan dengan tampak bangunan dimana komponen-komponen arsitektur seperti jendela, pintu, kolom dan lainnya di komposisikan satu dengan yang lainnya atas dasar ‘negation’ terhadap order-klasik  
  2. Perhatian dan empati terhadap perbedaan. teknik, berarti membuat komponen menjadi cenderung asimetris, dengan tujuan menghapus aturan perspektif aksial hasil temuan jaman Renaisance
  3. Pandangan dan visi yang dinamis serta multidimensional. Hal ini berkaitan dengan komposisi massa bangunan yang diatur sedemikian rupa sehingga titik hilang dalam gambar perspektif klasik menjadi tidak terlalu berperan lagi 
  4. Elemen-elemen yang independen, dimana hal ini ditujukan untuk menghindarkan diri dari konsep massa yang masif, seperti yang diwariskan oleh Vitruvius. 
  5. Hubungan dinamis dan organik antara arsitektur dan engineering. Teknik ini berusaha memanfaatkan penemuan-penemuan baru di bidang struktur dan konstruksi untuk menghasilkan bentukan-bentukan baru yang terkadang tidak terbayangkan sebelumnya
  6. Konsep “living space”,  yang ada hubungannya dengan teknik kelima di atas, dimana dengan munculnya penemuan - penemuan baru di bidang keteknikan (engineering), diciptakan dan dihasilkan ruang-ruang yang lebih dinamis sehingga menggugurkan konsep ruang statis yang terbentuk atas dasar
    perspektif  klasik 
  7. Integrasi antar bangunan, yang merupakan penggabungan dari keenam teknik sebelumnya. Teknik ini diterapkan pada perencanaan kota. 
Empat dari ketujuh teknik-teknik dasar perancangan Arsitektur Moderen diatas (item pertama –keempat) memasukkan unsur psikologi dalam perancangan ; dimana unsur  ‘bentuk’  tampil sebagaimana yang dipersepsikan oleh manusia.

Teknik kelima dan keenam, merupakan paham baru Arsitektur Moderen, yaitu bahwa arsitektur adalah suatu gubahan ruang. Hal ini persis seperti konsep ‘volume’ yang diajukan oleh paham ‘International Style’. Bisa  disimpulkan bahwa teknik dasar perancangan Arsitektur Moderen bertumpu pada dua konsep, yaitu konsep ‘bentuk’ dan konsep ‘ruang’. Dalam kaitannya dengan persepsi terhadap ‘bentuk’ ini,  Niels L Prak menuliskannya dalam karya tulisnya yang berjudul : “The Visual Perception of The Built Environment”  dan  Rudolf Arnheim dalam tulisannya dengan judul :  “The Dynamics of architectural  Forms”.  Tanpa membahas isinya, dari kedua judul tulisan  tersebut  dapat  ditarik kesimpulan  bahwa ‘bentuk’ bisa  jadi merupakan hal yang pasti dan tetap, walaupun pada kesan yang ditinggalkannya dalam alam pikiran manusia selalu berkembang dan berubah.

Untuk konsep  ‘ruang’ ada sedikit perbedaan antara Arsitektur Modern dan Psikologi.  Arsitektur Moderen  hanya  mengenal  satu pengertian  tentang arti ruang, yaitu sebagai sesuatu yang sifatnya volumetris, sementara Psikologi mendefinisikannya dalam bentuk wujud yang belum tentu sama.  Konsep ‘ruang’ ini dalam  Psikologi kemudian dirinci lagi menjadi  isu ‘teritorial’, ‘crowding’ dan ‘privacy’ , yang oleh para arsitek dianggap suatu hal yang sama saja.  Bila dalam arsitektur ungkapan ‘teritorial’ hanyalah dimaksudkan sebagai batas wilayah fisik atau administrasi, di psikologi hal ini dimaksudkan sebagai kemampuan diri dalam
mengontrol prilaku di  dalam ruang terhadap subjek lain baik berupa benda, orang lain ataupun kelompok orang, tanpa ada batasan fisik yang dapat dijadikan  sebagai suatu patokan.

Arsitektur mengenal istilah ‘crowding’ sebagai suatu nilai ‘kepadatan’ orang terhadap satuan luasan tertentu.  Dalam psikologi , istilah ‘kepadatan’ sendiri dilihat dari beberapa gejala yaitu: crowding (keramaian), density (kepadatan) dan congestion (kemacetan).  Istilah  ‘crowding’ diartikan sebagai rasio / perbandingan jumlah orang terhadap satuan kenyamanan. Faktor ‘kenyamanan’ sendiri, adalah satuan yang tidak sama untuk setiap pelaku, tiap peristiwa dan lokasi kejadiannya.

Konsep ‘privacy’ dalam arsitektur bisa diartikan sebagai suatu kebutuhan manusia untuk menikmati sebagian dari kehidupan sehari-harinya tanpa ada gangguan baik langsung maupun tidak langsung oleh subjek lain. Hal ini dinyatakan dalam suatu ruang yang tertutup dari jangkauan pandangan maupun fisik dari pihak luar. Jadi jelas ada batasan-batasan fisik untuk mencapainya. Psikologi mengartikan ‘privacy’  sebagai kebebasan pribadi untuk memilih apa yang akan di sampaikan atau dikomunikasikan tentang dirinya sendiri dan kepada siapa akan disampaikan.

Dengan perkataan lain, ‘privacy’ dalam psikologi belum tentu akan tercipta hanya dengan adanya batasan-batasan fisik saja. Psikologipun mengklasifikasikan ‘privacy’ ini menjadi: ‘solitude’ yang berarti kesunyian, ‘intimacy’ atau keintiman, ‘anonymity’ atau tanpa identitas, dan ‘reserve’ yang berarti  kesendirian.

Dari beberapa perbedaan di atas, jelas dibutuhkan kerjasama dalam hal pengertian atas konsep-konsep tersebut, karena ternyata tidak semuanya dan belum tentu ungkapan dan istilah psikologi itu bisa diwujudkan dalam bentuk fisik arsitektur.  Hal ini tidak mudah, sebagaimana yang diungkapkan oleh Vitruvius tentang defenisi arsitektur yaitu “the art of building” dimana pengertian kata “building” itu sendiri mempunyai dua pengertian yang berlainan dalam  wujud bentuk fisiknya.  Makna pertama  berupa  bentukan fisik tertentu sebagai suatu hasil akhir disain, sementara makna yang lain mengacu kepada suatu “proses” yang tidak akan berhenti sampai kapanpun. Di dalam prakteknya sejauh ini karya arsitektur masih mengacu dan memihak pada makna pertama tadi.

Rasionalisasi dan standarisasi seperti yang dikemukakan dalam pertemuan-pertemuan C.I.A.M., sebenarnya  adalah bentuk upaya  para  arsitek masa itu menciptakan karya arsitektur berdasarkan makna yang kedua tadi (building is a process). Konsep-konsep mereka bertumpu pada suatu anggapan bahwa arsitektur adalah suatu proses penyusunan berbagai bentukan fisik dengan menggunakan omponen-komponen yang standar.

Dalam prakteknya yang terjadi tentu  karya arsitektur dengan variasi-variasi yang terbatas dan bila dilihat dari sisi  ‘proses’ sebagai sesuatu yang tidak pernah berhenti, hal ini bisa dikatakan mandek, sehingga bisa dikatakan belum menghasilkan karya-karya yang benar-benar bisa dianggap sebagai suatu revolusi dalam bidang arsitektur.

PSIKOLOGI DALAM PERKEMBANGAN ARSITEKTUR BAGIAN 1

Arsitektur adalah suatu ekspresi yang paling tinggi dari alam pikiran sesorang yakni semangatnya, kemanusiaannya, kesetiaannya dan keyakinannya”. Ungkapan di atas, adalah isi manifesto bersama yang dibuat oleh Walter Gropius, 

Bruno Taut dan Adolf Behne yang disebarluaskan di dalam suatu pameran karya arsitek-arsitek yang belum terkenal pada saat di Berlin pada tahun 1919. Arsitektur Yunani Klasik mempunyai  dasar prinsip yang dikenal dengan istilah “figure & ground”, mirip seperti yang ditampilkan arsitek-arsitek Romantis di Eropa Barat seabad yang lalu. Teknik seperti ini menampilkan karya-karya arsitektur dan lingkungan alamnya secara hablur dan menyatu, yang sering juga dikenal dengan istilah “picturesque” atau tampil  seperti layaknya sebuah lukisan.  Jadi, jauh sebelum ilmu  Psikologi lahir dan dikenal sebagai suatu disiplin ilmu, aspeknya (psikologi) telah digunakan manusia dalam menciptakan karya arsitektur ataupun berkarya seni.  

Michelangelo, Piazza del  Campidoglio, Roma, 1540
Michelangelo, Piazza del
Campidoglio, Roma, 1540
Di jaman renaisance di awal abad XVI , disaat eksisnya para perupa-perupa fenomenal seperti Leonardo Da Vinci, Michelangelo, Bramante dan Raphael, aspek inipun kental dipakai dalam berkarya.  Bramante tampil menjadi pioner dengan mengajukan konsep pelukisan berdasarkan pada teknik ‘perspektif’.  Teknik dan konsep ini  kemudian  dianggap sebagai dasar wujud dari “ruang” dalam arsitektur. Dalam psikologi ungkapan “ruang” tersebut , dikenal dengan istilah “depih” yang berarti  “kedalaman”.  Michelangelo seorang seniman temperamental dan merupakan salah seorang arsitek terbesar di masa renaisance ini, dalam beberapa karyanya sukses menampilkan  konsep-konsep, baik karya dia sebagai perupa maupun sebagai arsitek dengan menampilkan  teknik teknik ‘perspektif’  ini dengan sempurna.

Puncak  pemakaian aspek psikologi dalam perancangan arsitektur klasik justru terjadi di masa  arsitektur Baroque pada abad XIX.   Padahal, oleh banyak kritisi, masa arsitektur Baroque ini sering dianggap sebagai jamannya  kekacauan  disain arsitektur.  Arsitektur Art Nouveau  yang muncul kemudian di Eropa, meneruskannya di awal-awal abad XX.

Carlo Fontanz -  St Marcello, Roma       (Arsitektur Baroque) – 1682
Carlo Fontanz -  St Marcello, Roma
(Arsitektur Baroque) – 1682
Di masa munculnya Arsitektur Modern, pemakaian psikologi pada arsitektur semakin menunjukkan peningkatan, hal ini terlihat dengan munculnya persepsi ‘Gestalt’. Dua arsitek  pada masa ini, Le Corbusier dan Walter Gropius pernah mengungkapkan pernyataan yang bisa dianggap mengindikasikan akan adanya pemakaian aspek psikologis dalam konsep-konsep perancangan mereka.

Walter Gropius  dalam buku “The Theory andOrganization of the Bauhauss“ menyampaikan pendapatnya yaitu : “Setiap bentuk adalah perwujudan ide, setiap karya adalah manifestasi dari pikiran-pikiran pribadi kita. Tetapi, hanya karya yang merupakan hasil dari ekspresi pribadi yang bisa mempunyai arti spiritual” Vitruvius mengungkapkan bahwa sebuah bangunan akan berbeda tampilan dan kesannya bila dilihat dari jarak-jarak yang berlainan, baik dari sisi interior maupun eksteriornya
Ini mengindikasikan bahwa pandangan - pandangan yang
memperlihatkan peranan psikologi dalam karya-karya arsitektur secara tertulis
sudah ditemui sejak awal. Dalam periode kontemporer, karya-karya arsitektur Post Modern oleh Charles Jencks, walaupun banyak kritikus berpendapat bahwa karya jenis ini banyak dipengaruhi oleh unsur linguistik, juga menggunakan unsur-unsur pengetahuan yang didapat dari disiplin psikologi dalam perancangannya.

Salomon de Brasse, St Gervais, Paris   (Arsitektur Baroque) - 1616
Salomon de Brasse, St Gervais, Paris
(Arsitektur Baroque) - 1616
Psikologi sebagai suatu disiplin ilmu pengetahuan yang mandiri, telah berkembang dalam beberapa spesialisasi yang spesifik pula.  Di Amerika Serikat pada tahun 1960-an, psikologi lingkungan, salah satu spesialisasi dalam disiplin ilmu Psikologi, dikembangkan. Hal ini muncul dari suatu upaya untuk meneliti rancangan ruangan yang dikhususkan untuk para pasien penyakit jiwa di salah satu rumah sakit umum. Dari sini spesialisasi ini berkembang pesat baik dari sisi objek penelitiannya yaitu lingkungan maupun subjek manusia.

Dewasa ini psikologi lingkungan  mengemukakan dua topik utama yang banyak dibahas, yaitu mengenai lingkungan fisik, khususnya yang berkaitan dengan penurunan kualitas fisik serta timbulnya gangguan terhadap perilaku dan angguan terhadap  keseimbangan alamiah akibat intervensi manusia melalui pembangunan fisik. Sering ditemui kasus-kasus penurunan kualitas lingkungan yang dakibatkan oleh pembangunan.

Bila dihubungkan dengan pembahasan di awal, di mana unsur psikologis selalu dimasukkan dalam perancangan karya-karya arsitektur, timbul pertanyaan, kenapa hal itu bisa terjadi?. Dan benarkah hal ini disebabkan oleh terjadinya penyelewengan arsitektur?. 

Banyak yang menyatakan  bahwa indikasi yang menyebabkan terjadinya kesalahan-kesalahan di atas adalah  munculnya pemikiran tentang ide fungsionalisme yang lahir dan berkembang pesat di awal abad ini.  
Antonio Gaudi Casa Mila, Bercelona   (Arsitektur Art Nouveau) - 1905
Antonio Gaudi Casa Mila, Bercelona
(Arsitektur Art Nouveau) - 1905
Pemikiran fungsionalisme  ini bisa dikatakan merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kebudayaan abad sembilan belas, yang dipelopori oleh para  naturalis. Charles Darwin, seorang ilmuan genetika dengan teori evolusinya yang fenomenal adalah salah seorang di antaranya. Paham  fungsionalisme  ini menilai suatu keberhasilan berdasarkan kemampuan suatu objek memenuhi tugas dan fungsi yang dibebankan kepadanya.

Dalam bidang arsitektur, konsep fungsionalisme ini ditandai dengan konsep arsitektur Eugene Emmanuel Viollete le Duc, seorang arsitek Prancis. Ia mengatakan bahwa para arsitek abad XII dan XIII yang membuat plafon Nave (ruang tengah gereja) yang sangat tinggi, adalah bukan karena murni keinginan simbolis, tetapi semata-mata agar bisa mendapatkan udara dan cahaya  agar tidak gelap dan lembab
  
Denah
Denah Arsitektur
Nave Gereja St Sernin
Nave Gereja St Sernin
Gereja St Sernin, Toulouse Prancis   (Ars. Romanesque) - 1080
Gereja St Sernin, Toulouse Prancis
(Ars. Romanesque) - 1080


Kemudian seorang arsitek Amerika, Luis Sulivan mengeluarkan semboyan  “form follows function”-nya yang terkenal. “International Style’ adalah paham yang  lahir kemudian dan meneruskan ide-ide ini. Pada masa periode kontemporer, pengaruh fungsionalisme ini diungkapkan dengan istilah “productivism”

Ada dua unsur penting pembentuk paham arsitektur “fungsionalis”,  yaitu ‘rasionalisasi’ dan ‘standarisasi’, dimana unsur-unsur komponen arsitektur dibuat mengikuti sistem organisasi benda-benda alam dan tiruannya yang dibuat oleh manusia melalui sistem produksi mesin.

Bila ditelusuri sejarah arsitektur moderen, ada dua peristiwa penting yang dapat dianggap menandai dominasi paham fungsionalisme ini.  Pertama adalah peristiwa pameran Arsitektur Moderen di New York pada tahun 1992. Pada  peristiwa pameran ini, pertama sekali dimunculkan  istilah  “International Syle” untuk karya-karya arsitektur periode tahun 1920-an. Istilah ini sendiri pertama sekali diusulkan oleh Henry Russel Hitchcoock dan Philip Johnson yang pada saat itu bertindaksebagai penyelenggara pameran arsitektur tersebut.  

Karya-karya ‘International Style’ oleh para kritikus dianggap sebagai penerus dari karya-karya arsitektur Gothic dalam hal logika struktur bangunannya serta arsitektur renaisance dalam hal konsistensi aturan-aturan  perancangannya.  Prinsip dasar desainnya adalah  volumetris, teratur dan anti ornamen. Unsur psikologi sama sekali tidak terlihat dan dimasukkan dalam prinsip dasar perancangannya.

Mies vd Rohe, Seagram Building, New  York  (International Style) - 1954
Mies vd Rohe, Seagram Building, New
York (International Style) - 1954
Philip Johson, AT @ T Building, New  York   (New International Style) -  1978
Philip Johson, AT @ T Building, New
York  (New International Style) -
1978